05 April 2011

Why Asians Are Less Creative Than Westerners


Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland dalam bukunya "Why Asians Are Less
Creative Than Westerners "
(2001) yang dianggap kontroversial tapi menjadi BEST SELLER mengemukakan beberapa hal
di bawah ini yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang Asia:

1. Bagi orang Asia, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah,
mobil, uang, dan harta lain). Passion (Rasa cinta terhadap sesuatu) tidak dihargai. Sebagai
akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang
dianggap lebih cepat bisa menjadikan seseorang untuk memiliki kekayaan banyak.



2. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada cara untuk
memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila cerita, novel, sinetron atau film yang disukai
adalah yang bertema orang miskin menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran
dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu
yang wajar.

3. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis "kunci jawaban" bukan
pengertian. Ujian Nasional, Tes Masuk Perguruan Tinggi, dll semua berbasis hafalan. Sampai
tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya
bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.

4. karena berbasis hafalan, murid-murid sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran.
Mereka dididik menjadi "Jack of All Trades, But Master of None" (Tahu sedikit tentang banyak
hal tetapi tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika dan
Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau Hadiah
Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas.

6. Orang Asia takut salah (kiasi) dan takut kalah (kiasu). Makanya sifat eksploratif untuk
memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.

7. Bagi orang Asia, bertanya artinya bodoh. Makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat
dalam proses pendidikan di sekolah.

8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar/workshop
peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni
guru/narasumber untuk meminta penjelasan tambahan.

sumber: www.findtoyou.com/ebook/download-smp-4817449.html

Why do so many modern creative geniuses like Albert Einstein, Pablo Picasso and Charles Darwin hail from the West instead of the East? Why do the Chinese, who were the first people in the world to use paper, printing and gunpowder, lag behind their Western counterparts in modern discoveries and inventions? You can find the answers to these questions and more in this book, which argues that Asians are less creative than their Western counterparts because of their cultural background. Also included are practical pointers on how to be more creative in everyday life.

sumber: http://www.goodreads.com/book/show/1760689.Why_Asians_are_Less_Creative_than_Westerners

Dalam bukunya, Prof.Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sebagai berikut:
1. Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya, bukan karena kekayaannya. Percuma bangga naik haji atau membangun mesjid atau pesantren, tapi duitnya dari hasil korupsi

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban untuk X x Y harus dihapalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan passion (rasa cinta)-nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang.

5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. Ayo bertanya!

6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau kita tidak tahu!

7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan. Sebagai orang tua, kita bertanggungjawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan mensupportnya.

Sumber : http://hermawayne.blogspot.com/

Posting yang Popular lain: