06 Februari 2008

Penjara Itu Bernama Sekolah


Serambi, 29-Oktober-2007
Sumber: Sinar Harapan

Oleh: Emmy Kuswandari
Judul : Summerhill School (Pendidikan Alternatif yang Membebaskan)
Pengarang : Alexander Sutherland Neill
Penerbit : Serambi

Bermula dari sekolah percobaan, kini sekolah yang memberikan kebebasan penuh pada anak tersebut menjadi sekolah pembuktian. Awalnya dari ide yang sangat sederhana, bagaimana membuat sekolah yang cocok dengan anak-anak, bukannya anak-anak yang harus cocok dengan sekolah.
Sekolah yang didirikan Alexander Sutherland Neill pun membebaskan anak-anak untuk menentukan apa yang mereka mau. Mereka membuang jauh-jauh ketertiban, arahan, anjuran, pengajaran moral, dan pengajaran agama.

"Kami dianggap berani dengan ide ini, padahal tak dibutuhkan keberanian apa pun," ujar Neill. Yang dibutuhkan hanyalah keyakinan penuh bahwa anak-anak adalah makluk yang baik dan bukan makhluk jahat. "Kami meyakini sepenuh hati," tambah Neill. Keyakinan Neill tak pernah surut, sejak sekolah didirikan hingga saat ini.
Di sekolah ini, anak-anak bebas memilih pelajaran yang akan mereka ikuti. Bahkan bagi anak yang baru masuk ke sekolah "sesukamu" itu, mereka bebas bermain sepanjang waktu, berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Neill sangat memahami, butuh waktu bagi anak untuk menjadi dirinya sendiri setelah begitu tertekan dari sekolah "normal". Panjang pendek masa penyembuhan ini tergantung pada seberapa besar kebencian yang ditanamkan oleh sekolah "normal" ke dalam diri mereka. Seorang anak TK yang pindah ke Summerhill akan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan baru di sekolah tersebut. Tetapi makin bertambahnya umur anak, semakin lama waktu penyembuhan yang mereka lakukan. Bisa jadi mereka bersumpah tidak akan pernah mau lagi mengikuti pelajaran "terkutuk" yang selama ini mereka dapatkan dari sekolah lamanya.
Bagi Neill, pelajaran bukanlah sesuatu yang penting. Aktivitas belajar tidalah sepenting kepribadian dan karakter. Jack, salah satu siswanya, tidak lulus masuk ujian perguruan tinggi karena dia membenci buku. Tetapi ketidaktahuannya tentang pelajaran tidak menghalangi hidupnya. Jack tumbuh menjadi seorang yang sangat percaya diri.
Tes yang dilakukan di kelas pun sangat iseng. Pertanyaannya, di manakah Pulau Kamis, obeng, demokrasi dan kemarin? Tak butuh jawaban. Tetapi anak yang baru saja masuk tidak memberikan jawaban seperti jamaknya anak-anak yang sudah lama di Summerhill. Bukan mereka bodoh, tetapi karena sudah terbiasa dalam rimba keseriusan, padahal bagi anak-anak yang sudah lama di Summerhill, justru keisengan ini yang dinantikan.

Anak Bermasalah
Bagi Neill, memaksakan pelajaran pada anak, sama saja memaksakan pekerjaan yang tidak menyenangkan buat anak. Tak bisa disangkal, banyak anak bermasalah di Summerhill. Mereka yang berkali-kali dikeluarkan dari sekolah, pribadi yang penuh kebencian atau pemberontakan. Neill tidak menyangkal kalau seorang anak sebetulnya tumbuh dengan egonya. Tetapi ia yakin, ego yang dipelihara dengan baik, akan memiliki apa yang disebut dengan kebaikan. Tetapi ego yang dikekang hanya menghasilkan kejahatan. Anak-anak yang dianggap jahat sejatinya ia sedang berusaha mencari kebahagiaan. Rumah dan sekolah seringkali menjadi sumber ketidakbahagiaan dan sikap antisosial. Kebahagiaan yang tak mereka rasakan sejak kanak-kanak hanya akan membuka celah bagi kebahagiaan palsu yang didapat dari kegiatan merusak, mencuri, atau menghajar orang. Kejahatan dan hukuman tidak akan pernah mengatasi kejahatan dan kenakalan anak. Ketika seorang muridnya mencuri, menurut Neill, yang dicuri anak itu adalah kebahagiaan. Sebetulnya ia ingin mendapatkan perhatian dan kebahagiaan. "Saya tidak menghukumnya," ujar Neill. Ia justru memberinya hadiah, kadang uang atau apa pun. "Buat apa memarahi mereka, mereka akan sadar dengan sendirinya," ujar Neill. Dan resep ini sangat manjur.
Anak-anak yang bermasalah menurutnya adalah anak yang tidak bahagia. Dia berperang dengan dirinya sendiri, konsekuensinya dia berperang dengan seluruh dunia.
Kebebasan pula yang menghilangkan rasa takut pada anak-anak. Anak-anak kecil di Summerhill tidak ada yang takut dengan petir atau gelap. Jadi kebebasan juga mengubah anak yang semula penakut menjadi pemberani dan teguh pendirian.
Jika ada anak yang ketahuan mencuri, ia hanya diminta mengembalikan apa yang sudah diambilnya. Hukumannya pun ditentukan oleh anak-anak sendiri. Sekolah ini memang dikelola bersama, guru dan siswanya. Swakelola istilah mereka. Dari hukuman-hukuman ini, mereka sadar bahwa mencuri itu merugikan. "Mereka adalah para realis cilik. Mereka tidak akan mengatakan bahwa tuhan akan menghukum pencuri," ujar Neill. Seminggu sekali mereka mengadakan rapat bersama untuk membahas semua kejadian dalam keseharian mereka. Hukuman, ketidaksetujuan, dan ide dibahas secara demokratis. Guru tidak campur tangan. Semuanya diselesaikan sendiri oleh anak-anak.
Sejak didirikan hingga saat ini, sudah banyak alumni Summerhill School yang berhasil, entah apa pun pekerjaan yang mereka lakukan.
Dalam konteks Indonesia, sekolah yang membebaskan ini tentu sangat diperlukan. Anak-anak yang sangat putus asa dan tertekan dengan sekolah, butuh "penyembuhan". Sangat tidak masuk akal melihat anak-anak putus asa bahkan mengakhiri hidup mereka karena permasalahan sekolah. Terlebih ketika anak-anak sangat tertekan dengan Ujian Nasional dan ketentuan-ketentuan yang "menggantung" hidup dan masa depan mereka. Sekolah tanpa kita sadari sudah menjadi penjara. Dan orang tua pun berlomba-lomba memasukkan anak ke dalam penjara.

Posting yang Popular lain: